FEDERASI SERIKAT PEKERJA
ROKOK, TEMBAKAU, MAKANAN, dan MINUMAN
ANGGARAN DASAR
PEMBUKAAN
Pembangunan
Nasional yang dilakukan bangsa dan rakyat Indonesia dewasa ini merupakan upaya
yang terus menerus dan berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan rakyat
menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera lahir dan batin berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Tenaga kerja Indonesia sebagai aset nasional merupakan sumber daya manusia
yang dapat ditingkatkan kualitasnya dan mampu menjadi tulang punggung
pembangunan bangsa. Karena itu, diperlukan adanya upaya peningkatan kualitas
tenaga kerja melalui peningkatan tanggung jawab, disiplin, etos kerja dengan
memiliki keterampilan dan profesi sesuai tuntutan jaman. Untuk tercapainya
cita-cita sebagaimana tersebut di atas, kaum pekerja Indonesia bersepakat dan
meneguhkan tekad untuk terus berikhtiar meningkatkan kualitas, kemampuan dan
keahlian serta keterampilan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi agar mampu memperjuangkan kepentingan pekerja dan masyarakat
Indonesia umumnya.
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna secara optimal, tenaga kerja
Indonesia memerlukan wahana dan sarana untuk berpartisipasi dan berprestasi
berupa organisasi pekerja yang tangguh, kuat dan berwibawa yang dibangun oleh,
dari, dan untuk pekerja secara bebas dan demokratis dengan berpegang teguh pada
semangat deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia tanggal 20 Februari 1973.
Atas dasar pandangan dan pemikiran jauh ke depan dan rasa tanggung jawab
yang tinggi sebagai bangsa dan pekerja Indonesia, maka disusun
organisasi ini secara nasional berdasarkan lapangan pekerjaan pada industri
barang dan jasa yang sejenis dengan Anggaran Dasar sebagai berikut :
BAB I
NAMA, WAKTU, RUANG LINGKUP, DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
N A M A
Organisasi ini bernama Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan
dan Minuman disingkat FSP RTMM-SPSI.
Pasal 2
W A K T U
FSP RTMM-SPSI merupakan kelanjutan Serikat Pekerja RTMM yang didirikan pada
tanggal 19 Juli 1995 di Jakarta, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup industri yang diorganisir ke dalam FSP RTMM-SPSI meliputi :
a. Sub sektor pengolahan tembakau (manufacturing);
b. Sub sektor industri cerutu, rokok kretek, rokok kelembak
menyan, rokok klobot dan rokok putih;
c. Sub sektor industri makanan/minuman;
d. Sub sektor bahan baku makanan/minuman;
e. Sub sektor cold storage;
f. Sub sektor industri makanan ternak
serta lainnya yang digolongkan industri makanan dan minuman umumnya;
g. Sub
sektor pergudangan/industri/distributor pendukung dari butir a, b, c, d, e, f.
Pasal 4
K E D U D U K A N
Pimpinan Pusat organisasi berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia.
BAB II
BENTUK, SIFAT, DAN ASAS
Pasal 5
B E N T U K
Organisasi berbentuk Federasi berdasarkan lapangan pekerjaan pada industri
barang dan jasa sejenis.
Pasal
6
S
I F A T
Organisasi bersifat demokratis, independent, profesional, fungsional,
bebas, dan bertanggung jawab.
Pasal 7
A S A S
Organisasi berasaskan Pancasila.
BAB III
KEDAULATAN DAN AFILIASI ORGANISASI
Pasal 8
K E D A U L A T A N
Kedaulatan organisasi ada di tangan
Anggota dan dilaksanakan menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Organisasi.
Pasal
9
AFILIASI
ORGANISASI
1. Organisasi ini anggota Konfederasi
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI).
2. Organisasi ini dapat berafiliasi pada
organisasi sejenis di tingkat Internasional sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan dan politik bebas aktif Negara Republik Indonesia.
BAB IV
FUNGSI, TUJUAN, DAN TUGAS POKOK
Pasal 10
F U N G S I
Organisasi berfungsi :
1. Sebagai wadah dan wahana pembinaan
pekerja Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional melalui
peningkatan kualitas disiplin, etos kerja serta produktivitas kerja;
2. Pelindung,
pembela hak-hak dan kepentingan pekerja;
3. Sebagai wahana
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya lahir dan batin;
4. Sebagai
pendorong dan penggerak anggota dalam ikut serta menyukseskan program
pembangunan nasional, khususnya sektor ekonomi dan sosial pembangunan;
5. Ikut serta
secara aktif dalam pengambilan keputusan dan kebijaksanaan sosial ekonomi dan
ketenagakerjaan pada sektor RTMM.
Pasal 11
T U J U A N
Organisasi bertujuan :
1. Turut serta secara aktif dalam mengisi
dan mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 khususnya
pengisian terhadap jiwa pasal 27, 28 dan 33 UUD 1945 bagi kaum pekerja dan
rakyat Indonesia pada umumnya;
2. Mengamalkan Pancasila serta terlaksananya
UUD 1945 di dalam seluruh kehidupan bangsa dan negara menuju tercapainya
masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual;
3. Terhimpun dan bersatunya kaum pekerja
dalam sektor industri barang dan jasa atau lapangan pekerjaan sejenis atau
dipersamakan dengan itu serta mewujudkan rasa setia kawan dan solidaritas
diantara sesama pekerja;
4. Terciptanya kehidupan dan penghidupan
pekerja Indonesia yang layak sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab
dengan cara melindungi, membela dan mempertahankan kepentingan dan hak-hak
pekerja;
5. Tercapai dan terjaminnya kesejahteraan
kaum pekerja dan keluarganya serta memperjuangkan perbaikan nasib,
syarat-syarat dan kondisi kerja;
6. Meningkatkan produktivitas pekerja
dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional;
7. Mantapnya Hubungan Industrial guna
terwujudnya ketenangan kerja dan ketenangan usaha demi meningkatkan
produktivitas nasional menuju tercapainya taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat umumnya dan pekerja serta keluarga pada khususnya.
Pasal 12
TUGAS POKOK
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, tugas pokok organisasi adalah :
1. Meningkatkan partisipasi, prestasi
serta peranan kaum pekerja dalam pembangunan nasional untuk mengisi cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
2. Memperjuangkan terwujudnya
perundang-undangan dan Peraturan Ketenagakerjaan serta peraturan pelaksanaannya
sesuai kepentingan nasional dan kaum pekerja;
3. Mengadakan peningkatan usaha-usaha
untuk menjamin terciptanya syarat-syarat dan kondisi kerja yang layak dan
mencermikan keadilan maupun tanggungjawab sosial;
4. Mengusahakan meningkatnya kualitas
anggota terutama dengan cara mempertinggi mutu pengetahuan dan keterampilan
bidang pekerjaan dan profesi serta kemampuan berorganisasi;
5. Bekerjasama dengan Badan-badan
Pemerintah dan swasta serta organisasi lain di dalam maupun di luar negeri
untuk melaksanakan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan
organisasi;
6. Mengadakan dan mengembangkan
usaha-usaha berkoperasi sesama anggota untuk melayani dan memenuhi kebutuhannya
sendiri, serta usaha-usaha lain yang sah dan bermanfaat serta tidak
bertentangan dengan AD/ART.
BAB V
K E A N G G O T A A N
Pasal 13
A N G G O T A
1. Yang dapat diterima menjadi anggota
ialah semua pekerja warga negara Indonesia yang bekerja dan/atau yang mempunyai
aspirasi pada sektor industri barang dan jasa atau lapangan pekerjaan sejenis
yang menyetujui AD/ART dan ketentuan-ketentuan organisasi lainnya.
2. Keanggotaan dibuktikan dengan
kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dikeluarkan secara resmi oleh
Pimpinan Pusat.
Pasal 14
HAK ANGGOTA
1. Setiap anggota mempunyai hak :
a. Bicara dan memberikan suara;
b. Memilih dan dipilih;
c. Membela diri;
d. Ikut aktif dalam melaksanakan keputusan organisasi;
e. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas hak-haknya
sebagai anggota;
f. Mendapat bimbingan, perlindungan dan
pembelaan dari organisasi.
2. Pengaturan lebih lanjut tentang hak
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 15
KEWAJIBAN ANGGOTA
1. Setiap anggota berkewajiban untuk :
a. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi;
b. Memegang teguh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
serta peraturan-peraturan organisasi;
c. Membayar uang pangkal, iuran, dan uang konsolidasi;
d. Aktif melaksanakan kebijakan dan program organisasi.
2. Pengaturan lebih lanjut tentang
kewajiban anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI SERTA WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN
Pasal 16
STRUKTUR ORGANISASI
1. Struktur organisasi disusun sebagai
berikut :
a. Tingkat
Nasional meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia;
b. Tingkat Daerah meliputi seluruh wilayah Provinsi;
c. Tingkat Cabang meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota;
d. Tingkat
Perusahaan.
2. Struktur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) masing-masing berturut-turut dipimpin oleh :
a. Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau,
Makanan dan Minuman, disingkat PP FSP RTMM-SPSI didampingi oleh Majelis Pertimbangan
Organisasi (MPO)
b. Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau,
Makanan dan Minuman, disingkat PD FSP RTMM-SPSI didampingi oleh Majelis Pertimbangan
Organisasi (MPO);
c. Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau,
Makanan dan Minuman, disingkat PC FSP RTMM-SPSI didampingi oleh Majelis Pertimbangan
Organisasi (MPO);
d. Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Rokok, Tembakau,
Makanan dan Minuman, disingkat PUK SP RTMM-SPSI
Pasal
17
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN PUSAT
1. Pimpinan Pusat adalah pelaksana tertinggi organisasi yang
bersifat kolektif.
2. Pimpinan Pusat berwenang :
a.
Menentukan
kebijakan tingkat Nasional sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
Keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa dan Rapat Pimpinan
Nasional serta Peraturan Organisasi;
b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan
Daerah;
c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Daerah;
d. Memberikan penghargaan dan sanksi sesuai ketentuan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Pimpinan Pusat berkewajiban :
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat tingkat
Nasional serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah
Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Pasal 18
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN DAERAH
1. Pimpinan Daerah adalah pelaksana
organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Daerah.
2. Pimpinan Daerah berwenang :
a. Menentukan kebijakan tingkat Daerah sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional maupun Daerah serta Peraturan Organisasi ;
b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Cabang;
c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Cabang.
3. Pimpinan Daerah berkewajiban:
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional maupun Daerah serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah
Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa.
Pasal 19
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN CABANG
1. Pimpinan Cabang adalah pelaksana
organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Cabang.
2. Pimpinan Cabang berwenang :
a. Menentukan kebijakan tingkat Cabang sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional, Daerah maupun Cabang serta Peraturan Organisasi;
c. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Unit Kerja;
d. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Unit
Kerja.
3. Pimpinan Cabang berkewajiban :
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional, Daerah maupun Cabang serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah
Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa.
Pasal 20
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN UNIT KERJA
1. Pimpinan Unit Kerja adalah pelaksana
organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Perusahaan.
2. Pimpinan Unit Kerja berwenang
menentukan kebijakan tingkat Unit Kerja sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, Daerah,
Cabang maupun Unit Kerja serta Peraturan Organisasi.
3. Pimpinan Unit Kerja berkewajiban :
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional, Daerah, Cabang, maupun Unit Kerja serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Unit
Kerja/Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa.
BAB VII
BADAN DAN LEMBAGA SERTA DEWAN PENASEHAT
Pasal 21
BADAN DAN LEMBAGA
1. Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, dan
Pimpinan Cabang dapat membentuk Badan dan Lembaga untuk melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang tertentu.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang Badan
dan Lembaga diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 22
MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI (MPO)
1. Organisasi memiliki Majelis Pertimbangan Organisasi yang berfungsi
memberi saran dan nasehat kepada Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, atau Pimpinan
Cabang organisasi.
2. Majelis Pertimbangan Organisasi
berwenang untuk menghadiri rapat-rapat organisasi dan memberikan pertimbangan
kepada Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, atau Pimpinan Cabang baik diminta maupun tidak diminta.
3. Majelis Pertimbangan Organisasi memberi
pertimbangan atas kebijakan internal dan eksternal yang bersifat strategis, yang akan ditetapkan
oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, atau Pimpinan Cabang organisasi.
4. Saran, nasehat dan pertimbangan yang
disampaikan Majelis
Pertimbangan Organisasi sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus diperhatikan
sungguh-sungguh oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, atau Pimpinan Cabang
organisasi..
5. Majelis Pertimbangan Organsisasi ditetapkan
oleh MUNAS, MUSDA, atau MUSCAB.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Majelis
Pertimbangan Organsisasi diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT
Bagian Kesatu
MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT NASIONAL
Pasal 23
1. Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat
Nasional terdiri atas :
a. Musyawarah Nasional;
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa ;
c. Rapat Pimpinan Nasional;
d. Rapat Kerja Nasional;
e. Rapat Konsultasi Nasional.
2. Musyawarah Nasional:
a. Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi
organisasi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun
b. Musyawarah Nasional berwenang :
i.
Menetapkan dan
atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi;
ii.
Menetapkan
Program Umum Organisasi;
iii.
Menilai
Pertanggungjawaban Pimpinan Pusat;
iv.
Memilih dan
menetapkan Ketua Umum;
v. Menetapkan
Pimpinan Pusat;
vi.
Menetapkan Majelis
Pertimbangan Organsisasi;
vii. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu;
viii. Menetapkan
keputusan-keputusan lainnya.
3. Musyawarah Nasional Luar Biasa :
a. Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional
yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan dan
atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Daerah, disebabkan karena :
i.
Organisasi
dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa;
ii.
Pimpinan Pusat
melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Pimpinan Pusat tidak dapat
melaksanakan amanat Musyawarah Nasional sehingga organisasi tidak berjalan
sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh
Pimpinan Pusat;
c. Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan
wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional;
d. Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas
diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.
4. Rapat Pimpinan Nasional :
a. Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan
keputusan tertinggi di bawah Musyawarah Nasional;
b. Rapat Pimpinan Nasional diselenggarakan
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan
Pusat.
5. Rapat Kerja Nasional :
a. Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk
menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional;
b. Rapat Kerja Nasional dilaksanakan pada awal dan
pertengahan periode kepengurusan.
6. Rapat Konsultasi Nasional adalah rapat
yang diadakan oleh Pimpinan Pusat untuk membahas masalah-masalah aktual dan
sosialisasi kebijakan Organisasi.
Bagian Kedua
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT DAERAH
Pasal 24
1. Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Daerah
terdiri atas :
a. Musyawarah Daerah;
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa;
c. Rapat Pimpinan Daerah;
d. Rapat Kerja Daerah.
2. Musyawarah Daerah :
a. Musyawarah Daerah adalah pemegang kekuasaan organisasi di
tingkat provinsi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
b. Musyawarah Daerah berwenang :
i.
Menetapkan
Program Kerja Daerah;
ii.
Menilai
pertanggungjawaban Pimpinan Daerah ;
iii.
Memilih dan
menetapkan Ketua Pimpinan Daerah ;
iv.
Menetapkan
Pimpinan Daerah;
v. Menetapkan Majelis
Pertimbangan Organsisasi;
vi.
Membentuk Komisi Verifikasi apabila
dipandang perlu;
vii. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
3. Musyawarah Daerah Luar Biasa
a. Musyawarah Daerah Luar Biasa adalah Musyawarah Daerah yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Cabang dan diketahui oleh Pimpinan Pusat,
disebabkan karena :
i.
Kepemimpinan Pimpinan Daerah dalam
keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa.
ii.
Pimpinan Daerah melanggar Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Pimpinan Daerah tidak dapat melaksanakan
amanat Musyawarah Daerah sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan
fungsinya.
b. Musyawarah
Daerah Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat;
c.
Musyawarah
Daerah Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah
Daerah;
d. Pimpinan
Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah
Luar Biasa tersebut.
4. Rapat Pimpinan
Daerah
a. Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan
dibawah Musyawarah Daerah;
b. Rapat Pimpinan Daerah berwenang mengambil
keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Daerah
c. Rapat Pimpinan Daerah diadakan sekurang-kurangnya sekali
dalam setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah.
5. Rapat Kerja
Daerah
a. Rapat Kerja Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun
dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah;
b. Rapat Kerja
Daerah dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
Bagian Ketiga
MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT CABANG
Pasal 25
1. Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat
Cabang terdiri atas :
a. Musyawarah Cabang;
b. Musyawarah Cabang Luar Biasa;
c. Rapat Pimpinan Cabang;
c. Rapat Kerja Cabang.
2. Musyawarah Cabang :
a. Musyawarah Cabang adalah pemegang kekuasaan organisasi di
tingkat kabupaten/kota yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
b. Musyawarah Cabang berwenang :
i.
Menetapkan
Program Kerja Cabang;
ii.
Menilai
pertanggungjawaban Pimpinan Cabang;
iii.
Memilih dan
menetapkan Ketua Pimpinan Cabang;
iv.
Menetapkan
Pimpinan Cabang;
v.
Menetapkan Majelis
Pertimbangan Organsisasi;
vi.
Membentuk Komisi Verifikasi apabila
dipandang perlu;
vii. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
3. Musyawarah Cabang Luar
Biasa :
a. Musyawarah Cabang Luar Biasa adalah Musyawarah Cabang yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Unit Kerja dan diketahui oleh Pimpinan Daerah,
disebabkan karena :
i.
Kepemimpinan
Pimpinan Cabang dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan
yang memaksa;
ii.
Pimpinan
Cabang melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Pimpinan Cabang
tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Cabang sehingga organisasi tidak
berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah
Cabang Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah;
c.
Musyawarah
Cabang Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah
Cabang;
d. Pimpinan Cabang wajib memberikan pertanggungjawaban atas
diadakannya Musyawarah Cabang Luar Biasa tersebut.
4. Rapat Pimpinan
Cabang :
a. Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan
dibawah Musyawarah Cabang;
b. Rapat Pimpinan Cabang berwenang mengambil
keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang;
c. Rapat Pimpinan Cabang diadakan sekurang-kurangnya sekali
dalam setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang.
5. Rapat Kerja
Cabang :
a. Rapat Kerja Cabang adalah rapat yang diadakan untuk menyusun
dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Cabang;
b. Rapat
Kerja Cabang dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
Bagian Keempat
MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT UNIT KERJA
Pasal 26
1. Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Unit
Kerja terdiri atas :
a. Musyawarah Unit Kerja;
b. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa;
c. Rapat Pimpinan Unit Kerja;
d. Rapat Kerja Unit Kerja.
2. Musyawarah Unit Kerja :
a.
Musyawarah Unit
Kerja adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat perusahaan yang diadakan
sekali dalam 3 (tiga) tahun;
b.
Musyawarah Unit
Kerja berwenang :
i.
Menetapkan
Program Kerja Unit Kerja;
ii.
Menilai
pertanggungjawaban Pimpinan Unit Kerja;
iii.
Memilih dan
menetapkan Ketua Pimpinan Unit Kerja;
iv.
Menetapkan
Pimpinan Unit Kerja;
v.
Membentuk Komisi Verifikasi apabila
dipandang perlu;
vi.
Menetapkan keputusan-keputusan lain.
3. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa
a.
Musyawarah Unit
Kerja Luar Biasa adalah Musyawarah Unit Kerja yang diselenggarakan dalam
keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah
anggota Unit Kerja dan diketahui oleh Pimpinan Cabang, disebabkan karena :
i.
Kepemimpinan
Pimpinan Unit Kerja dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal
kegentingan yang memaksa;
ii.
Pimpinan Unit
Kerja melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Pimpinan Unit Kerja
tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Unit Kerja sehingga organisasi tidak
berjalan sesuai dengan fungsinya;
iii.
Musyawarah Unit
Kerja Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang;
iv.
Musyawarah Unit
Kerja Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah
Unit Kerja;
v. Pimpinan Unit
Kerja wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Unit
Kerja Luar Biasa tersebut.
4. Rapat Pimpinan
Unit Kerja :
a.
Rapat Pimpinan Unit Kerja adalah
rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Unit Kerja;
b.
Rapat Pimpinan Unit Kerja berwenang
mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Unit
Kerja;
c.
Rapat Pimpinan Unit Kerja diadakan
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Unit
Kerja.
5. Rapat Kerja
Unit Kerja :
a.
Rapat Kerja Unit Kerja adalah rapat
yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah
Unit Kerja;
b.
Rapat Kerja
Unit Kerja dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
Pasal 27
Peserta Musyawarah dan Rapat Organisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 28
1. Musyawarah dan rapat-rapat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 adalah sah apabila
dihadiri oleh lebih setengah jumlah peserta.
2. Pengambilan keputusan pada dasarnya
dilakukan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila ini tidak mungkin maka
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
3. Dalam hal musyawarah mengambil
keputusan tentang pemilihan Pimpinan, sekurang-kurangnya disetujui oleh lebih
dari setengah jumlah peserta yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4. Khusus tentang perubahan Anggaran Dasar
:
a. Sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah peserta harus
hadir;
b. Keputusan adalah sah apabila diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah peserta yang hadir.
BAB X
K E U A N G A N
Pasal 29
1. Keuangan diperoleh dari :
a. Uang pangkal dan iuran anggota;
b. Uang konsolidasi;
c. Sumbangan yang tidak mengikat;
d. Usaha-usaha
lain yang sah.
2. Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM
Pasal 30
1. FSP RTMM-SPSI sebagai badan hukum
diwakili oleh Pimpinan Pusat di dalam dan di luar pengadilan.
2. Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI dapat
melimpahkan kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) kepada Pimpinan
Daerah sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang
Penyelesaian Perselisihan Hukum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 31
1. Pembubaran organisasi hanya dapat
dilakukan di dalam suatu Musyawarah Nasional yang khusus diadakan untuk itu.
2. Dalam hal pengambilan keputusan tentang
Pembubaran organisasi, Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh seluruh
peserta dan Keputusan Musyawarah dinyatakan sah apabila disetujui secara
aklamasi peserta yang hadir.
3. Dalam hal organisasi dibubarkan maka
kekayaannya diserahkan kepada badan-badan/lembaga-lembaga sosial di Indonesia.
BAB
XIII
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
32
1. Apabila Anggaran Dasar ini mendesak untuk dilaksanakan
perubahan karena tuntutan keadaan dan perkembangan Perundang-undangan, maka
dapat dilakukan Perubahan Anggaran Dasar sebelum MUNAS melalui RAKERNAS dan
selanjutnya dipertanggung jawabkan dalam MUNAS berikutnya.
2. Bagi daerah-daerah khusus, maka PP FSP RTMM-SPSI dapat
menetapkan kebijakan tentang struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal
16 dalam Anggaran Dasar ini.
BAB XIV
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 33
Peraturan-peraturan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan perubahan
dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.
BAB XV
P E N U T U P
Pasal
34
1. Hal-hal yang belum dan atau belum cukup diatur dalam Anggaran
Dasar, ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi.
2.
Peraturan Dasar pertama kali
disahkan oleh MUNAS I SP RTMM-SPSI, tanggal 4 Agustus 1995 di Jakarta dan
kemudian dirubah menjadi Anggaran Dasar pada MUNAS II SP RTMM-SPSI, tanggal 21
Juli 2000 di Bandung. Dirubah kembali dan ditetapkan oleh MUNAS III FSP
RTMM-SPSI pada tanggal 29 Juli 2005, di Kudus Jawa Tengah. Dirubah kembali dan
ditetapkan oleh MUNAS IV FSP RTMM – SPSI pada tanggal 27 Januari 2010, di Hotel
Grand Cempaka Jakarta.
Ditetapkan
di : Hotel Grand Cempaka, Jakarta
Pada
Tanggal
: 26 Januari 2010
PIMPINAN MUSYAWARAH NASIONAL IV
FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK, TEMBAKAU, MAKANAN,
MINUMAN
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
SOEGANDA PRIYATNA SAHRUL FURQAN
K E T U
A
S E K R E T A R I S
0 komentar:
Posting Komentar